Gaji PNS DKI Naik Fantastis: Efektifkah Mendongkrak Kinerja?

Kalau ada yang berbahagia di awal tahun, mungkin PNS DKI Jakarta jawabannya. Tahun 2015 seakan menjadi berkah tersendiri bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI Jakarta.

Lewat kebijakannya, pemerintah provinsi DKI Jakarta menjanjikan setiap PNS DKI dapat membawa pulang pendapatan yang fantastis. Kebijakan ini berlaku untuk semua PNS, dari tingkat eselon I, II, III, IV sampai dengan PNS non-eselon.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai media, dapat dilihat take home pay yang didapat oleh masing-masing PNS. Bayangkan, untuk jabatan struktural terendah saja, potensi nominal yang dapat dibawa pulang sekitar 33 juta per bulannya oleh seorang Lurah.

Sementara, untuk jabatan tertinggi seperti Kepala Badan, setidaknya dapat mengantongi 78 juta perbulannya. Adapun jabatan fungsional atau pelaksana, seperti pelayanan, operasional, administrasi, dan teknis masing dapat membawa pulang uang sekitar 9 juta, 13 juta, 17 juta dan 22 juta.

Secara umum pendapatan tersebut terdiri dari beberapa komponen. Mulai dari gaji pokok, tunjangan jabatan, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang terbagi atas TKD statis dan TKD dinamis serta tunjangan transportasi bagi para pejabat. TKD inilah yang memberikan dampak terhadap besar kecilnya pendapatan yang dapat dibawa pulang PNS.

TKD statis dihitung berdasarkan tingkat kehadiran pegawai. Sementara TKD dinamis adalah TKD yang dihitung berdasarkan apa yang telah dikerjakan oleh si PNS. TKD dinamis inilah yang diharapkan mampu memacu kinerja PNS. Berbeda keringat kerja keras yang dihasilkan maka berbeda pula TKD dinamis yang akan didapat oleh masing-masing PNS.

Bagi Pemprov DKI, implementasi kebijakan ini selain bertujuan untuk mengurangi tingkat korupsi, juga untuk memacu produktivitas atau kinerja PNS DKI dalam upaya melayani warga DKI Jakarta. Apalagi, 50% pelayanan publik DKI masih jauh dari harapan berdasarkan survei yang dilakukan oleh Ombudsman RI di akhir tahun 2013. Hampir 50% dinas yang menyelenggarakan pelayanan publik belum memenuhi standar pelayanan publik sesuai UU.

Pertanyaannya adalah apakah kebijakan ini efektif meningkatkan kinerja PNS?
Dalam konsep manajemen imbal jasa (Compensation & Benefit), seorang pegawai digaji karena 3 hal yang dikenal dengan istilah 3P (Pay for Position, Pay for Person dan Pay for Performance) yakni pegawai digaji karena jabatan (posisi) dan tanggung jawabnya, pegawai digaji berdasarkan kompetensi yang dimiliki, dan pegawai digaji berdasarkan kinerja yang dihasilkan. Pay for Performance merupakan upaya yang dilakukan untuk memacu kinerja.

Kalau melihat komponen gaji PNS maka yang termasuk kategori komponen Pay for Performance adalah Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), baik statis ataupun dinamis. Namun, kalau mau jujur sebenarnya yang benar-benar masuk dalam komponen Pay for Performance hanyalah TKD Dinamis. Pegawai masuk kantor belum tentu bekerja atau menghasilkan.

Ukuran kinerja yang paling objektif adalah adanya standar kerja yang pegawai capai dalam rentang waktu yang ditentukan. Tentu basisnya pengukurannya adalah data akurat, yang mampu mengukur dan mengevaluasi setiap pegawai apakah berkinerja baik atau rendah.

Konon, Pemprov menggunakan sistem poin untuk mengukur kinerja pegawai. Semakin tinggi jabatan pegawai semakin tinggi pula poin yang harus dicapai. Ini menjadi dasar pemberian TKD dinamis.

Dengan membandingkan komponen TKD Dinamis dengan potensi take home pay yang didapat, diketahui bahwa komponen TKD cukup besar nilainya, yaitu sekitar rata-rata 39% untuk pejabat struktural dan sekitar 42% untuk fungsional. Itu artinya, seorang PNS kalau tidak bekerja dengan baik maka akan kehilangan potensi pendapatan sebesar itu.

Angka sebesar itu cukup bisa memacu PNS DKI bekerja lebih giat. Apalagi seandainya nilai TKD Dinamis dibuat lebih besar dibandingkan dengan TKD statis. Tentu akan semakin mendorong kinerja lebih bagus lagi, karena memaksa PNS DKI mau tidak mau harus menampilkan kinerja terbaiknya jika tidak mau kehilangan pendapatan yang semakin besar.

Kebijakan kenaikan gaji mungkin efektif mendongkrak kinerja pegawai secara jangka pendek. Dalam konsep Behavior Modification, perubahan perilaku dapat dicapai dengan memberikan konsekuensi atau inisiatif yang sifatnya “jangka pendek” dan “pasti”.

Jangka pendek maksudnya adalah konsekuensi yang didapat tidak jauh dari perubahan perilaku yang terjadi. Implementasi TKD dinamis mewakili 2 kriteria di atas. Jika pegawai bekerja dengan baik maka dipastikan dapat membawa penghasilan yang fantastis setiap bulannya. Namun jika sebaliknya, pegawai siap-siap harus rela kehilangan penghasilannya.

Lalu bagaimana dengan kinerja PNS secara jangka panjang? Kebijakan kenaikan gaji PNS bagus, tapi tidak cukup. Banyak hal lain yang perlu dibenahi untuk memastikan bahwa kinerja PNS bagus dalam jangka waktu yang panjang. Inilah pekerjaan rumah Pemprov sesungguhnya.

Di antara pekerjaan rumah yang harus dibenahi adalah :

• Upaya membangun budaya kerja melayani

Budaya kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja (Brown, 1998). Pada dasarnya, tugas seorang PNS adalah melayani masyarakat. Dengan demikian, perlu diciptakan suatu strategi untuk membangun iklim budaya kerja melayani di lingkungan Pemprov DKI.

Mental pelayanan Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah, Kerja PNS itu nyantai atau Ujung-ujungnya duit (UUD) harus dicabut sampai keakar-akarnya mulai dari mindset sampai dengan perilaku sehari-hari.

Sebagai gantinya dapat dipromosikan budaya proaktif melayani masyarakat (customer service orientation), budaya mencapai target dan sasaran kerja individu dan SKPD (achievement orientation), budaya inisatif terjun langsung ke lapangan untuk memahami permasalahan di wilayah kerjanya atau budaya memperpendek proses pelayanan yang tidak perlu dan sangat birokratif .

Pemprov perlu membuat model dan panduan budaya kerja yang implementatif sampai kepada indikator-indikator perilaku yang mencerminkan layanan yang andal. Tentu layanan tersebut disesuaikan dengan UU yang berlaku. Model dan panduan tersebut menjadi dasar PNS berperilaku sehari-hari dalam bekerja melayani masyarakat dan juga sebagai dasar pengembangan soft competency seluruh PNS.

• Upaya menciptakan persaingan sehat

Untuk dapat menghasilkan persaingan yang sehat maka diperlukan manajemen karier yang sehat. Sistem manajemen karier harus terhubung dengan sistem manajemen kinerja dan imbal jasa yang dibuat.

Manajemen karier PNS harus menjunjung tinggi prinsip keadilan bagi setiap pegawai. Dalam konteks ini, yang layak mendapatkan promosi atau kenaikan karier adalah pegawai yang memang kinerja dan kompetensinya mumpuni. Sistem urut kacang, kedekatan dengan atasan, bayar di depan, lamanya bekerja tanpa didasari kinerja dan kompetensi harus dihilangkan dari sistem karier yang ada.

Bagi pegawai yang tidak memiliki kinerja yang baik, perlu ada mekanisme punishment yang jelas. Begitu pula bagi yang memiliki TKD rendah harus mendapat konsekuensi yang sesuai pula.

Sistem lelang jabatan (Job Posting) patut dipertahankan untuk memberikan kesempatan kepada pegawai yang memang lebih pantas. Jika dibutuhkan, maka Pemprov bisa bekerja sama dengan pihak yang kredibel dalam melakukan penilaian (asesmen) untuk menilai kompetensi calon-calon pemimpinnya. Hal ini berdampak pada persaingan yang sehat.

Dengan demikian, pegawai tidak akan demotivasi. Perbaikan budaya dan sistem tersebut menimbulkan harapan dalam diri pegawai bahwa kerja kerasnya akan berdampak pada kariernya. Pegawai akan berlomba menjadi yang terbaik. Semoga PNS DKI mampu menjadi role model bagi PNS di daerah lain.

*Tulisan dimuat pada portalHR.com, 23 Februari 2015.

Please follow and like us:
0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *