5 Level Kemampuan Mendengarkan, Level Berapa Kemampuanmu?

Pernahkah anda memiliki pengalaman berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang yang memiliki keterampilan mendengar yang buruk (bad listener)? Ucapan anda tidak didengar, apa yang anda sampaikan tidak dipedulikan.

Pasti anda merasakan kondisi yang kurang nyaman bukan? Bahkan bisa capek hati menghadapi bad listener itu.

Keterampilan mendengar merupakan salah satu keterampilan penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam berinteraksi dengan orang lain. Pun begitu dalam dunia kerja, keterampilan mendengar sangat dibutuhkan dalam berbagai aktivitas ataupun kegiatan sehari-hari di tempat kerja.

Keterampilan mendengar sangat membantu anda untuk meraih presetasi kerja dan karir yang mengkilap di perusahaan. Bagaimana anda menghadapi atasan, bawahan, rekan kerja, customer, supplier, semuanya membutuhkan keterampilan mendengar.

70-80% waktu yang kita gunakan di kantor untuk berkomunikasi termasuk aktivitas mendengar ini.

Kegitan-kegiatan seperti rapat, mengambil keputusan, menerima keluhan customer, melakukan coaching kepada bawahan, menerima pemintaan, ide dan saran dari rekan kerja, serta  beragam aktivitas lainnya juga sangat membutuhkan keterampilan mendengar.

Hasil riset yang disampaikan Glenn Llopis dalam forbes.com, ada fakta-fakta menarik tentang kegiatan mendengar.

Di tempat kerja, ternyata kita menghabiskan waktu kita : 45% untuk mendengar, 30% untuk berbicara, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis.

85% dari apa yang kita ketahui ternyata kita telah pelajari melalui mendengarkan.

Masalahnya rata-rata kita mendengarkan pada tingkat pemahaman 25%.

Dan faktanya kurang dari 2% dari profesional  / karyawan yang mendapatkan pendidikan atau pelatihan formal untuk memahami dan meningkatkan keterampilan dan teknik mendegar.

Statistik di atas sangat menarik dan bisa memberikan gambaran begitu pentingnya keahlian mendengar. Di satu sisi, ternyata tidak mudah menjadi pendengar yang baik (good listener).

Anda bisa bayangkan dampak negatif dari keterampilan mendengar yang buruk. Sering terjadi miskomunikasi, salah pengambilan keputusan, salah memberikan pelayanan, hubungan kerja yang kurang harmonis dan dampak negatif lainnya.

Kebanyak dari kita mendengar untuk menunggu giliran berbicara. Apa yang disampaikan orang lain tidak terlalu dipedulikan. Kita bersiap diri untuk segera menjawab dan menumpahkan apa yang ada dalam pikiran, sudut pandang, kepentingan dan kaca mata kita.

Dibutuhkan keterampilan dan usaha yang gigih untuk bisa masuk ke dalam barisan good listener.

Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People menjelaskan bahwa ada 5 tingkatan kemampuan mendengar.

Mari kita bahas satu persatu.

Level 1. Mengabaikan (Ignoring)

Pada tingkatan ini pendengar benar-benar tidak mendangarkan pembicara sama sekali. Fisiknya memang ada, tapi pikirannya berkeliaran ke mana-mana. Telinga dan matanya tidak digunakan untuk mendengar dan memahami maksud pesan pembicara.

Fokusnya terganggu dengan hal lain seperti : pesan masuk dalam handphone, penampilan si pembicara, agenda pribadi yang harus diseleasaikan dan lainnya.

Level 2. Berpura-pura Mendengarkan (Pretend Listening)

Tingkatan mendengarkan ini lebih tinggi dari sebelumnya. Pendengar mencoba memberi kesan bahwa mereka mendengar apa yang pembicara ucapkan. Pendengar mungkin menangkap beberapa kata pembicara tapi mereka tidak benar-benar hadir.

Kadang pendengar berkata hmm, oke, ya, seolah  mereka mendengar. Atau mereka menganggukan kepala atau melakukan gerakan lain untuk menunjukkan bahwa mereka fokus mendengar. Namun, sesungguhnya tidak ada perhatian penuh yang diberikan untuk pembicara.

Level 3: Mendengarkan Selektif (Selective Listening)
Tingkat berikutnya adalah mendengarkan selektif. Sesuai namanya, pendengar hanya mau mendengar bagain-bagian tertentu saja dari pesan yang disampaikan pembicara. Tidak semua pesan menjadi perhatian dan fokusnya.

Mendengar dengan selektif sebetulnya mendengar yang mulai menuju arah yang benar. Karena di level ini, pendengar sudah menggunakan keterampilan  dasar mendengarkan.

Masalahnya pendengar hanya mau mendengar sepotong-potong yang mungkin menarik perhatiannya saja yang dapat menimbulkan kesalapahaman atau miskomunikasi.

Pendengar dengan level ini biasanya cepat mengganggu pembicara dan memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan kalimat orang lain.

Level 4. Attentive Listening

Dibutuhkan waktu dan perhatian untuk sungguh-sungguh mendengar orang lain. Pendengar dengan kemampuan level ini benar-benar memberikan waktu dan perhatiannya untuk mendengarkan pembicara.

Pendengar pada level ini akan mengunakan seluruh inderanya untuk fokus mendengarkan. Tidak hanya telinganya yang digunakan untuk menangkap pesan pembicara. Mereka juga melibatkan indera penglihatan untuk mengobservasi, pikirannya dijaga untuk memahami, merefleksikan, mengulang, dan alat-alat lain untuk membuat mereka tetap bisa fokus untuk mendengar.

Kekurangan pada keterampilan mendengarkan tingkat ini adalah pendengar masih menggunakan kerangka acuan mereka dalam mendengarkan dengan penuh perhatian. Pendengar gagal menempatkan dirinya pada posisi orang lain.

Kabar baiknya, tingkat mendengarkan ini sedikit lebih dekat dengan kemampuan tertinggi dalam mendengarkan yaitu mendengarkan dengan empati.

Level 5. Mendengarkan Empati (Empathetic Listening)

Tingkatan paling tinggi dalam mendengarkan menurut Stephen Covey adalah Mendengarkan dengan empati. Mendengarkan pada level ini merupakan tingkat mendengarkan yang paling langka dan jarang dimiliki oleh sebagian besar pendengar.

Mendengarkan dengan empati bukanlah sebuah proses kebetulan, tapi proses yang disengaja dan benar-benar diusahakan. Karena keterampilan pada tingkat ini sangat membutuhkan energi yang besar baik fisik, mental dan emosional.

Mereka tidak hanya mendengar kata-kata yang disampaiakan pembicara, namun berusaha memahami maksud yang disampaikannya. Mereka menangkap maskud baik yang tersirat maupun tersurat.

Pendengaran, penglihatan, pikiran dan hatinya diarahkan untuk mendengarkan penuh perhatian. Mereka juga merelakan waktu yang dimiliki untuk fokus mendengarkan pembicara.

Pada level ini, pendengar keluar dari otobiografi / kerangka acuan / sudut pandang mereka, keluar dari sistem dan nilai mereka, keluar dar sejarah mereka dan masuk ke dalam otobiografi / kerangka acuan / sudut pandang orang lain. Dan ini benar-benar perjuangan yang sangat besar.

Itulah lima tingkatan kemampuan mendengarkan dari Stephen Covey, seorang begawan kepemimpinan dunia.

Senada dengan Stephen Covey, Carol Wilson (2011) dalam bukunya Performance Coaching juga menjelaskan 5 tingkatan kemampuan mendengar. Tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

Level 1. Menunggu Giliran Kami Untuk Berbicara 

Pada tingkatan ini, pendengar menunggu kesempatan untuk membicarakan agenda pribadi, dari pada apa yang disampaikan orang lain. Dengan kata lain, pendengar tidak mendengarkan.

Level ini merupakan tingkatan mendengar yang paling rendah dan sangat mengganggu. Agenda dan kepentingan pembicara tidak dihiraukan. Hanya ada satu agenda, yaitu agenda pendengar.

Mungkin anda pernah mengalami sebuah percakapan dengan seseorang entah kolega, teman atau siapa pun. Anda berbicara dengannya. Namun anda mulai menyadari bahwa orang tersebut benar-benar tidak mendengarkan ucapan anda. Dia hanya menunggu anda berhenti berbicara agar dirinya bisa berbicara.

Dalam beberapa kesempatan bisa jadi kita pernah menjadi pendengar yang seperti ini  atau pernah berkomunikasi dengan pendengar level ini.

Sebagai contoh percakapan di bawah ini :

Pembicara : “Anak saya sudah 3 hari demam tinggi dan belum juga turun panasnya. Sepertinya saya harus segera membawanya ke rumah sakit.” 

Pendengar : “Eh, nanti malam kamu mau nonton piala AFF di GBK ga?”

Apa yang anda lihat dari percakapan di atas. Sangat tidak nyambung bukan? Jaka Sembung bawa gitar. Gak nyambung…..Jreng!!

Level 2. Mengemukaan Pengalaman Kita

Tingkatan ini lebih tinggi sedikit dibanding tingkatan yang pertama tadi. Memang agendanya masih milik pendengar, akan tetapi paling tidak masih nyambung dengan isu yang dibahas dan disampaikan oleh pembicara.

Di level ini, pendengar menyampaikan pengalamannya sendiri terkait dengan topik yang disampaikan pembicara.

Sebagai contoh percakapan di bawah ini :

Pembicara : “Saya mengikuti  kursus IELTS bulan lalu.”

Pendengar : “Oh ya, saya juga pernah pernah ikut kursus IELTS 3 bulan yang lalu. Saya suka kursus-nya dan banyak hal baru yang saya pelajari loh.”

Level 3. Memberi Nasihat

Tingkatan berikutnya adalah memberi nasihat atau saran, namun tanpa melihat apakah nasihat tersebut cocok atau pas dengan pembicara.

Pada tingkatan ini subyek yang dibahas pendengar masih nyambung dengan apa yang disampaikan pembicara. Namun, kacamata atau sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang si pendengar bukan pembicara.

Apa yang disampaikan pendengar sesuatu yang baik menurut persepsi dan pemikirannya. Pendengar tidak menggali lebih jauh untuk bisa melihat kebutuhan dari pembicara. Sehingga saran yang diberikan belum tentu cocok dengan kebutuhan pembicara.

Seperti contoh percakapan di bawah :

Pembicara : “Bos saya sangat tidak adil dalam memberikan penilaian kinerja semseter ini.”

Pendengar : “Kamu lapor saja kelakukan Bos-mu itu ke bagian SDM atau ke Direktur.”

Level 4. Mendengar dan bertanya lagi

Pada tingkat ini, pendengar mencoba mendengarkan pembicara, kemudian bertanya kembali dengan tujuan menggali maksud pembicara lebih jauh.

Pendengar menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh. Pendengar benar-benar mengikuti topik yang sedang dibahas pembicara.

Pendengar memberikan kesempatan kepada pembicara untuk berbicara lebih. Pembicara dapat mengungkapkan apa yang menjadi perhatian dan pemikirannya dengan leluasa. Pembicara bisa mengeksplorasi perspektifnya atas isu yang sedang dibahas dengan lebih dalam.

Seperti contoh percakapan di bawah ini:

Pembicara : “Saya ingin perusahaan ini bisa menjadi perusahaan terkemuka di dunia.”

Pendengar : “Bisa anda ceritakan lebih jauh apa maksud menjadi perusahaan termuka di dunia?”

Level 5. Mendengar intuitif

Pada tingkat ini, pembicara mencermati dan meneliti lebih jauh apakah ada hal-hal lain di balik kata-kata pembicara. Pendengar menggunakan intuisi dalam memahami maksud tersirat dari si pembicara.

Ini merupakan tingkat mendengar yang paling tinggi. Karena pendengar menggunakan seluruh fokusnya untuk mendengarkan dan mencoba memahami maksud ucapan pembicara baik yang tersurat maupun tersirat. Dibutuhkan pendengaran, penglihatan, pikiran dan hati untuk melakukan tugas ini.

Seperti contoh percakapan di bawah :

Pembicara : “Saya ingin sekali menjadi pemimpin mega proyek ini, tapi sepertinya kompetensi saya belum memenuhi.”

Pendengar : “Apakah masalahnya ada pada kompetensi atau karena hal lainnya?”

Pembicara : “Sebetulnya saya kurang percaya diri untuk memegang proyek sebesar ini. Akan jadi pengalaman pertama buat saya untuk megang proyek dengan skala dan nilai sebesar ini.”

Itulah 5 tingkatan keterampilan mendengarkan yang disampaikan oleh Carol Wilson, seorang coach yang sudah sangat diakui jam terbangnya.

Di level manakah kemampuan mendengarkan kita?

Pada prakteknya, kita terbiasa menggunakan kemampuan mendengarkan  level 1 sampai 3. Sedikit sekali dari kita yang menggunakan kemampuan mendengar sampai di level 4 bahkan 5.

Covey mengajarkan bahwa sebisa mungkin kita harus belajar dan berusaha memiliki kemampuan mendengar sampai ke level 5. Sementara Wilson mengajurkan paling tidak kita memiliki tingkat kemampuan mendengarkan minimal level 4. Lebih bagus sampai level 5.

Semakin tinggi kemampuan mendengarkan, maka semakin tinggi pula efektifitas kita dalam berkomunikasi.

Kira2 di level berapakah kemampuan mendengar anda? Yuk sharing pada kolom komentar di bawah ini.

Please follow and like us:
0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *