Beberapa kali berkesempatan mengajar tentang manajemen bagi supervisor di berbagai perusahaan, penulis kadang iseng menanyakan pada peserta ihwal berapa lama mereka menjabat supervisor.
Jawabannya cukup beragam, mulai dari satu tahun, dua tahun dan ada juga yang sudah lebih dari lima tahun.
Biasanya penulis lanjutkan dengan pertanyaan berkenaan dengan apa yang telah perusahaan bekali ketika mereka diberi tugas sebagai seorang supervisor. Pertanyaan tersebut mewakili rasa ingin tahu penulis terkait upaya perusahaan dalam mengembangkan supervisor.
Seperti pertanyaan pertama, jawaban pun beragam. Ada yang mendapat pengembangan dan ada yang tidak. Di antara yang mendapat pengembangan, beberapa mendapat pengembangan di bidang managerial skill dan tidak sedikit pula yang mendapat pelatihan teknis terkait spesialisasi pekerjaannya.
Bagi banyak eksekutif yang berkarier dari nol dalam sebuah perusahaan, menjadi supervisor merupakan impian awal untuk masuk pintu gerbang karier manajerial yang lebih tinggi. Dengan demikian, kesuksesan menjadi supervisor akan menjadi leverage bagi karier mereka.
Seorang supervisor dalam piramida manajerial merupakan tingkatan manajemen terkecil atau biasa disebut first-line manager atau frontline manager. Supervisor boleh disebut sebagai ujung tombak, di mana fungsinya memastikan rencana-rencana perusahaan terlaksana dengan baik oleh karyawan pelaksana.
Seringkali perusahaan gagal mengeksekusi sasaran yang sudah direncanakan dengan baik dan rapi, salah satunya karena ketidakmampuan supervisor mengubah ide dan rencana menjadi tindakan dengan karya nyata.
Padahal, dalam perusahaan, jumlah supervisor pasti lebih besar dibandingkan dengan tingkatan manajemen lainnya. Maka, jika digabungkan supervisor se-Indonesia tentu jumlahnya akan banyak sekali. Kehadiran supervisor yang andal memiliki peran penting dalam memacu produktivitas, baik dalam skala perusahaan maupun skala nasional.
Di sinilah seorang supervisor dituntut untuk mampu mengarahkan, memimpin, dan memberdayakan karyawan pelaksana menjadi produktif. Gagal dalam mengembangkan dan memberdayakan supervisor berarti merencanakan kegagalan dalam mendorong produktivitas.
Faktanya, jawaban yang penulis dapatkan dalam pertanyaan di atas mirip sekali dengan realitas yang terjadi. Mengacu pada Survei Career Builder pada tahun 2011 ditemukan bahwa 26 persen manajer merasa tidak siap untuk menjadi pemimpin. Sementara 58 persen mengatakan bahwa mereka tidak mendapat pelatihan di bidang manajemen.
Sejalan dengan temuan Career Builder, survei yang dilakukan oleh Harvard Business Review Analytic Services tahun 2014 terhadap pembacanya berkaitan dengan peran supervisor atau frontline managers juga cukup mengejutkan.
Meskipun 77 persen responden mengatakan bahwa frontline managers memiliki peran vital dalam membantu organisasi mencapai tujuannya, namun hanya 12 persen responden yang mengatakan bahwa organisasinya telah berinvestasi dengan cukup untuk pengembangan para supervisornya.
Dengan demikian, menjadi wajar jika 60 persen frontline manager dikatakan gagal menjalankan peran barunya sebagai new manager pada 2 tahun awal berdasarkan survey Business Wire tahun 2007.
Menjalani peran supervisor memiliki perbedaan yang signifikan dengan individual contributor. Seseorang bisa sukses menjalani peran sebagai individual contributor, namun belum tentu sukses berperan sebagai supervisor. Ketika seseorang masih berperan sebagai individual contributor maka kompetensi yang dituntut untuk mampu bekerja dengan optimal lebih banyak didominasi dengan keahlian teknis atau spesialis yang dimiliki.
Seringkali kesuksesan atau ketercapaian kinerja seorang individual contributor ditentukan oleh dirinya sendiri. Bagaimana seorang individual contributor mampu mengelola diri sendiri dan memanfaatkan keahlian yang dimiliki. Sementara, ketika seseorang berperan sebagai supervisor setidaknya dia harus memiliki beberapa kompetensi penting, yaitu kompetensi dalam mengelola efektivitas diri, bisnis dan memimpin orang lain.
Seorang supervisor dituntut memaksimalkan kekuatan yang dimilikinya untuk mampu memimpin dirinya bekerja lebih efektif sebelum memimpin orang lain. Karena pada dasarnya kemampuan memimpin diri sendiri seringkali menjadi katalisator untuk mampu memimpin orang lain.
Selain itu, seorang supervisor juga dituntut untuk berpikir tentang bisnis organisasi. Hal ini dikarenakan supervisor sudah mulai mengelola unit terkecil dalam manajemen. Pemahaman konseptual mengenai proses bisnis perusahaan atau setidaknya unit kerja yang dipimpin menjadi mutlak.
Seorang supervisor harus memahami siapa customer atau stakeholder yang dilayaninya dan berupaya menghasilkan karya untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan menjalankan prinsip-prinsip kerja yang unggul (operational excellence).
Dengan demikian dibutuhkan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan (problem solving), kemampuan mengkreasi ide-ide segar untuk mengatasi permasalahan (creative & innovative thinking) dan kemampuan pengambilan keputusan (decision making).
Hal yang tak kalah penting adalah kompetensi dalam memimpin orang lain. Inti dari memimpin adalah mempengaruhi. Bagaimana seorang supervisor dituntut untuk mampu berkomunikasi, mengarahkan dan memotivasi bawahan supaya mencapai tujuan yang telah disepakati.
Bagi banyak supervisor, kompetensi ini memiliki tantangan tersendiri. Kegagalan memimpin anak buah, berakibat pada kegagalan mencapai tujuan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya dan bisa jadi berujung pada karier yang meredup.
Lalu bagaimana supervisor seharusnya bersikap dan bertindak agar mampu memanfaatkan awal karier manajerialnya menjadi leverage untuk karier yang lebih tinggi? Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh para supervisor:
1. Bangun kesadaran diri.
Seorang supervisor harus membangun kesadaran diri terhadap karier yang sedang dijalani. Menaiki tangga karier sebagai seorang supervisor tentu harus disyukuri, namun tidak terlalu lama dalam euforia kesenangan. Perubahan status sebagai supervisor biasanya berdampak pada banyak hal, salah satunya perubahan kesejahteraan (pendapatan). Namun biasanya, dalam waktu 6 – 12 bulan, kondisi psikologisnya akan kembali ke titik nol kembali, di mana yang bersangkutan mulai merasa perlu untuk menaiki tangga karier berikutnya.
Sadarilah bahwa karier supervisor merupakan awal bagi kemajuan karier. Tidak ada cara lain untuk meraihnya selain mampu mengembangan diri lagi untuk meraih yang lebih tinggi. Ingatlah bahwa kesempatan bisa datang kapan pun dan hanya akan datang pada orang yang siap (kompeten).
2. Lakukan asesmen diri.
Bersyukurlah bagi anda yang perusahaannya peduli pada pengembangan kompetensi karyawan. Patut diapresiasi pula jika perusahaan memiliki peta kompetensi karyawan dan memiliki program terencana dan sistematis dalam mengembangkannya. Apalagi program tersebut nge-link dengan sistem manajemen karier, termasuk peta karier di dalamnya. Anda tinggal mengikuti program tersebut dengan serius dan penuh dedikasi.
Namun, bagaimana seandainya kondisi perusahaan justru sebaliknya. Alih-alih manajemen karier dan program pengembangan yang terencana dan sistematis, peta kompetensi karyawan pun tidak ada. Seorang supervisor tidak boleh berkecil hati, karena hal tersebut dapat dilakukannya secara mandiri.
Lakukanlah asesmen secara pribadi mengenai kompetensi yang dimiliki saat ini mulai dari kemampuan mengelola efektivitas diri, memimpin orang lain, serta memahami dan melakukan bisnis perusahaan dengan baik. Bila ada kompetensi yang masih kurang, mintalah feedback yang jujur dari atasan, rekan dan bawahan. Kemudian buatlah rencana pengembangan yang akan dilakukan dalam 1-2 tahun ke depan.
3. Jalankan rencana pengembangan.
Seorang supervisor perlu memastikan bahwa rencana pengembangan yang dibuat bisa berjalan dengan baik. Bahkan kadang diperlukan pengorbanan dengan menyisihkan sebagian penghasilan untuk biaya pengembangan pribadi seandainya perusahaan tidak mendukungnya. Apakah perlu mengambil kursus, pelatihan singkat, pendidikan formal atau hanya membeli buku untuk menambah wawasan dan keterampilan. Apa pun itu harus dibuat terencana dan sistematis selaras dengan hasil asesmen pribadi yang akan dikembangkan.
Seorang supervisor dapat pula menggunakan fasilitas atau aktivitas kantor sebagai media pengembangan diri secara gratis. Misalnya menjadikan rapat rutin bulanan tingkat manajerial di mana seorang supervisor dilibatkan sebagai sarana mengembangkan kompetensi problem solving dan creative thinking dengan memberikan solusi atau ide kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan masalah perusahaan yang terjadi.
Bisa juga dalam pertemuan mingguan dengan bawahan, seorang supervisor menjadikan aktivitas tersebut sebagai sarana untuk memperbaiki komunikasi dalam rangka mengarahkan maupun memberikan motivasi bawahan.
4. Evaluasi hasil pengembangan.
Seorang supervisor harus melakukan evaluasi terhadap capaian kompetensi yang telah dikembangkan melalui rencana pengembangan di atas. Lakukanlah evaluasi terhadap capaian kompetensi. Apakah terdapat kemajuan, apakah efektif program pengembangan yang dijalankan, apa lagi yang perlu ditingkatkan, apakah hambatan yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk membantu supervisor memperbaiki proses pengembangan yang dilakukan.
Selain itu, penting untuk meminta feedback dari orang lain mengenai kemajuan yang dicapai khususnya pengguna jasa seorang supervisor, seperti atasan atau tingkatan manajemen yang lebih tinggi, next process yang menikmati jasa unitnya dan bawahan yang merasakan langsung efek kepemimpinannya.
5. Promosikan kompetensi yang telah dimiliki.
Pada tahap ini, seorang supervisor dituntut untuk mampu mempromosikan diri dengan cara menampilkan kompetensi yang dimiliki melalui karya-karya yang dihasilkan. Pastikan bahwa orang-orang di sekitar, seperti atasan, rekan kerja, dan bawahan merasakan betul karya-karya tersebut. Manfaatkan berbagai kesempatan yang ada untuk menampilkan kompetensi dan karya yang dimiliki.
Dengan menerapkan lima langkah sederhana ini, semoga para supervisor Indonesia mampu mengembangkan diri secara berkesinambungan dan mampu menjadi supervisor hebat dengan karier yang cemerlang.
*Tulisan dimuat BUMN Insight online, 21 Maret 2015.